Alat Kontrasepsi Terbaik, Kontrasepsi Suntikan

Image

Salah satu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan adalah dengan menggunakan alat kontrasepsi suntik. Alat kontrasepsi dengan cara ini banyak dipilih oleh ibu-ibu di Indonesia dikarenakan cara kerjanya yang efektif dan cara pemakaiannya yang praktis, selain itu harganya juga lebih murah. Sebelum suntikan diberikan, terlebih dahulu ibu diperiksa kondisi badannya untuk memastikan kesehatan si ibu itu sendiri, dan memastikan kondisi ibu sedang dalam kondisi tidak hamil. Berikut adalah jenis dan cara kerja KB suntik:

Jenis KB suntik:

Kebanyakan alat-alat kontrasepsi yang digunakan di Indonesia adalah sebagai Berikut:

  1. Suntikan / bulan: contohnya cyclofem
  2. Suntikan / 3 bulan: contohnya depo provera,depogeston.

Setelah disuntikkan ke otot pantat, kemudian obat KB itu akan dilepaskan dari otot ke aliran darah. Cara kerja KB suntikan adalah sebagai berikut:

  1. Menghalangi ovulasi (masa subur)
  2. Mengubah lendir serviks (vagina) menjadi kental
  3. Menghambat sperma & menimbulkan perubahan pada Rahim
  4. Mencegah terjadinya pertemuan sel telur & sperma
  5. Mengubah kecepatan transportasi sel telur

Penggunaan cara ini juga menimbulkan efek samping yang akan dirasakan oleh pemakainya. Efek sampingnya di antaralain adalah:

Berat badan menjadi bertambah karena pengaruh  hormonal itu sendiri. Akan tetapi hormon itu juga berfungsi untuk mempermudah karbohidrat menjadi lemak. Dengan kata lain efek samping yang akan dirasakan adalah penumpukan lemak yang menyebabkan berat badan bertambah dan menurunnya gairah seksual.

KEUNTUNGAN
Kontrasepsi suntik adalah kontrasepsi sementara yang paling baik, dengan angka kegagalan kurang dari 0,1% pertahun (Saifuddin, 1996). Suntikan KB tidak mengganggu kelancaran air susu ibu (ASI), kecuali Cyclofem. Suntikan KB mungkin dapat melindungi ibu dari anemia (kurang darah), memberi perlindungan terhadap radang panggul dan untuk pengobatan kanker bagian dalam rahim.
Kontrasepsi suntik memiliki resiko kesehatan yang sangat kecil, tidak berpengaruh pada hubungan suami-istri. Pemeriksaan dalam tidak diperlukan pada pemakaian awal, dan dapat dilaksanakan oleh tenaga paramedis baik perawat maupun bidan. Kontrasepsi suntik yang tidak mengandung estrogen tidak mempengaruhi secara serius pada penyakit jantung dan reaksi penggumpalan darah. Oleh karena tindakan dilakukan oleh tenaga medis/paramedis, peserta tidak perlu menyimpan obat suntik, tidak perlu mengingat setiap hari, kecuali hanya untuk kembali melakukan suntikan berikutnya. Kontrasepsi ini tidak menimbulkan ketergantungan, hanya saja peserta harus rutin kontrol setiap 1, 2 atau 3 bulan. Reaksi suntikan berlangsung sangat cepat (kurang dri 24 jam), dan dapat digunakan oleh wanita tua di atas 35 tahun, kecuali Cyclofem.

KERUGIAN

  1. Gangguan haid. Siklus haid memendek atau memanjang, perdarahan yang banyak atau sedikit, spotting, tidak haid sama sekali.
  2. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu
  3. Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering
  4. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian
  5. Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka panjang
  6. Pada penggunaan jangka panjang dapat menurunkan densitas tulang
  7. Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan emosi, sakit kepala, nervositas, dan jerawat.

Batasan Waktu pada KB Suntik

Seberapa cepat Anda dapat mulai melakukan hubungan seks setelah KB suntik (kontrasepsi injeksi) tergantung pada waktu pemberiannya. Biasanya suntikan diberikan dalam 5 hari pertama siklus menstruasi Anda. Dalam hal ini, kontrasepsi menjadi efektif dengan segera. Namun, jika diberikan setelahnya, Anda perlu menunggu 7 hari sebelum bisa melakukan hubungan seks tanpa kondom.

Ada dua jenis suntikan berbeda yang memiliki pembatasan waktu berbeda. Suntikan yang paling umum adalah Depo-Provera. Suntikan ini melindungi Anda terhadap kehamilan sekitar 12 minggu. Setelah itu akan perlu diulang. Injeksi lain adalah Noristerat yang menyediakan perlindungan sampai 8 minggu.

Beberapa penelitian menyarankan untuk tidak menggunakan kontrasepsi injeksi dalam jangka panjang (lebih dari 2 tahun), karena akan menyebabkan masalah. Hal ini tidak selalu terjadi. Anda tidak selalu mengalami efek samping negatif dengan terus menggunakan suntikan sebagai kontrasepsi jangka panjang.

Satu-satunya masalah yang timbul dengan pemakaian KB suntik selama lebih dari 2 tahun adalah jika Anda memiliki risiko osteoporosis. Depo-Provera dapat menyebabkan tulang-tulang Anda kehilangan kalsium. Semakin lama pemakaian, semakin banyak kalsium yang hilang. Kalsium tidak kembali setelah Anda menghentikan pemakaiannya. Jika Anda khawatir mengenai hal ini, Anda dapat berbicara dengan dokter Anda. Mereka dapat memberitahu apakah kontrasepsi suntik adalah pilihan yang tepat untuk Anda.

Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan KB suntik

1)      Umur/ usia

Usia  subur  adalah  dimana  seorang wanita  mulai  mendapat  menstruasi  pertama kali  artinya adalah sudah  terjadi  ovulasi  sampai  dengan  menopouse (tidak  dapat menghasilkan sel telur) umumnya usia subur di Indonesia berkisar antara 15 – 49 tahun. Klien yang menjadi akseptor KB sebagian  besar berusia muda  (umur  16 –  35  tahun). KB suntik  (DMPA) merupakan alat kontrasepsi yang tepat digunakan pada klien usia 16 – 35 tahun.

2)      Pendidikan

Tingkat  pendidikan  seseorang  berpengaruh  dalam  memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Seseorang yang mempunyai tingkat  pendidikan  tinggi akan  memberikan  respon lebih rasional daripada mereka yang berpendidikan lebih rendah atau  sedang.  Rendahnya  tingkat  pendidikan  seseorang  sangat berpengaruh juga terhadap peningkatan derajat kesehatan. Oleh karena sikap masyarakat yang belum terbuka dengan hal – hal atau inovasi baru.

3)      Paritas

Paritas adalah keadaan wanita sehubungan dengan kelahiran anak yang bisa hidup. KB suntik (DMPA) sangat cocok digunakan pada pasangan usia subur yang ingin menjarangkan kehamilannya atau pada pasangan yang sudah mempunyai anak dengan jumlah yang sesuai dengan keinginan PUS tersebut.

4)      Tingkat ekonomi

Keluarga sangat berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi termasuk salah satu diantaranya KB suntik  (DMPA) dan  yang menjadi  pertimbangan  adalah biaya.  Perilaku  kesehatan  dipengaruhi  oleh  latar belakang  ekonomi,  bagi  yang  berstatus  ekonomi  tinggi  akan semakin mudah dalam memilih pelayanan kesehatan begitu juga sebaliknya.

5)      Pengetahuan

Adalah  suatu  hasil  dari  tahu  yang  terjadi  setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu melalui indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan perabaan  Notoatmodjo (2005).  Untuk  menjadi  akseptor  KB hendaknya para akseptor mengetahui tentang alat kontrasepsi yang akan dipakai.

6)      Sikap

Sikap merupakan reaksi/ respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus/ obyek.

7)      Nilai budaya

Semua masyarakat menganggap bahwa kesehatan adalah penting. Tetapi  anggapan  tersebut  tidak  menduduki  jabatan  yang  sama tinggi  pada  setiap   individu  dan  masyarakat.  Hal  ini  karena pengaruh nilai – nilai yang ada di masyarakat.

8)      Pelayanan tenaga kesehatan

Pelayanan kesehatan yang berkualitas sangat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan masyarakat oleh karena itu KB yang bermutu yang dapat diukur dan dapat ditentukan standar pelayananya dan dapat tercapai serta menambah frekuensinya meliputi : Kondisi alat  atau obat kontrasepsi yaitu ketersediaan alat kontrasepsi dan sarana prasaranan  pelayanan  kontrasepsi,  Pelayanan  dan  kompetensi teknik pelayanan kontrasepsi dan komunikasi, Standar pelayanan kontrasepsi  terdiri  dari  pemilihan  kontrasepsi,  informasi  yang diberikan dan interaksi petugas dengan klien, kemampuan teknis, kesinambungan   pelayanan   dan   rangkaian   program   dan pendokumentasian pelayanan.

9)      Dukungan suami

Peran  suami  dalam  keluarga  sangat  dominan  dan  memegang kekuasaan  dalam  pengambilan  keputusan  apakah  istri  akan menggunakan  kontrasepsi  suntik  atau  tidak.  Karena  suami dipandang sebagai pelindung, pencari nafkah dalam rumah tangga dan pembuat keputusan. Beberapa pria mungkin tidak menyetujui pasangan untuk menjadi akseptor KB suntik karena mereka belum mengetaui dengan jelas cara kerja berbagai alat kontrasepsi yang ditawarkan dan  suami  akan kawatir  tentang kesehatan istrinya. Kondisi tersebut menunjukan bahwa suami mempunyai pengaruh besar  terhadap  penggunaan  kontrasepsi  yang  digunakan  oleh istrinya. Dalam hal ini pendapat suami mengenai KB cukup kuat pengaruhnya dalam penggunaan metode kontrasepsi untuk istrinya, khususnya dalam pemilihan kontrasepsi dan menjadi peserta KB.

Peningkatan KualiTas KesehataN terHadap Balita

Peningkatan kualitas kesehatan terhadap balita semestinya harus di lakukan sejak dini dimana prosesnya harus mendapat dukungan dari semua pihak. Hal ini di lakukan agar ibu balita mendapat pemahaman yang memadai tantang kesehatan diri, keluarga dan lingkungannya.
Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan kader agar mampu melakukan pendampingan pada keluarga balita dengan optimal, Divisi Kesehatan SEFA menggelar pelatihan yang bertajuk ”Manajemen Terpadu Balita Sakit,” selama dua hari, 11 -12 April 2008 di Sultan Hotel, Banda Aceh.
Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan kader tentang cara penanggulangan serta teknik dan metode dalam penanganan balita sakit serta juga meningkatkan peran kader sebagai ‘promotor kesehatan’ di desa dampingan masing-masing. Namun di sini, kader hanya memberikan pemantauan dan pemberian obat saja sedangkan untuk tahap perawatan medis, kader akan merujuk si anak ke petugas kesehatan yang berkompenten (Puskemas).

Pelatihan ini dihadiri oleh sepuluh kader kesehatan SEFA dari 5 wilayah dampingan (2 kader dari setiap desa) yaitu: Babah Jurong, Lamcot, Piyeung, Sibreh dan  Lampineung. Para kader ini telah bekerja dengan SEFA semenjak fase emergency dan ada beberapa yang memang baru beberapa bulan gabung dengan divisi mereka dipilih berdasarkan keinginan dan kemauan mereka untuk mendampingi desa dan juga selama ini mereka adalah kader desa setempat. Hampir semuanya sudah cukup lama berkecimpung di program kesehatan.
Topik yang dibahas adalah; Tugas dan peran Kader, Penilaian Tumbuh Kembang Balita, Manajemen terpadu Bayi Muda Umur 1 Hari sampai 2 Bulan, Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit Umur 2 Bulan – 5 Tahun, Konseling bagi para ibu.
Dalam pelatihan yang dipandu oleh seorang fasilitator, Ibu Natalina Christanto (Kepala Puskesmas Lamteuba, Aceh Besar), peserta mendapat pre test sebelum penyajian teori dan post test mengenai permasalahan kesehatan anak-anak.

Peningkatan kualitas kesehatan terhadap balita semestinya harus di lakukan sejak dini dimana prosesnya harus mendapat dukungan dari semua pihak. Hal ini di lakukan agar ibu balita mendapat pemahaman yang memadai tantang kesehatan diri, keluarga dan lingkungannya. Di sini kader memegang peranan yang sangat penting dalam menyukseskan kegiatan posyandu bersama dengan bidan desa. Kader hendaknya memiliki pengetahuan berkenaan dengan penilaian tumbuh kembang balita dengan melihat KMS sehingga dengan pemantauan yang teratur setiap bulannya, bisa dilihat apakah ada anak yang kesehatannya bermasalah. Kader juga bisa memberikan konseling bagi para ibu tentang bagaimana merawat anak dan juga merekomendasikan  makanan yang sehat untuk si anak, terutama pemberian ASI ekslusif untuk bayi selama 6 bulan pertama. Keaktifan juga sangat diperlukan karena meskipun posyandu telah selesai, kader tetap melakukan pemantauan keadaan balita yang kesehatannya bermasalah melalui kunjungan ke rumah untuk melihat bagaimana perkembangan lebih lanjut.

Keaktifan Lansia Mengikuti Posyandu Lansia

Pembangunan dibidang kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan nasional. Arahnya yaitu untuk mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional dan untuk mencapai Indonesia sehat secara keseluruhan pada tahun 2010 (Depkes RI, 2003).
Peningkatan derajat kesehatan ditandai dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia dari usia 52 tahun pada tahun 1980 menjadi usia 67 tahun pada tahun 2000 dan bila data ini diproyeksikan pada tahun-tahun yang akan datang, terlihat bahwa populasi lanjut usia di Indonesia akan meningkat dalam jumlah besar (DepKes RI, 2002).

Kurang aktifnya lansia dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan di posyandu lansia, maka kondisi kesehatan mereka tidak dapat terpantau dengan baik, sehingga apabila mengalami suatu resiko penyakit akibat penurunan kondisi tubuh dan proses mengalami dikhawatirkan dapat berakibat fatal dan mengancam jiwa mereka. Maka perlunya dukungan keluarga dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia.

Pengertian Posyandu Lansia

Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.

Posyandu lansia / kelompok usia lanjut adalah merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan bersumber daya masyarakat atau /UKBM yang dibentuk oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan kebutuhan itu sendiri khususnya pada penduduk usia lanjut. Pengertian usia lanjut adalah mereka yang telah berusia 60tahun keatas.

Tujuan Posyandu Lansia
Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara lain :
a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia
b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.

Sasaran Posyandu Lansia
1. Sasaran langsung
Kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun)
Kelompok usia lanjut (60 tahun keatas)
Kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas)

2. Sasaran tidak langsung
Keluarga dimana usia lanjut berada
Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut
Masyarakat luas

Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia
Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja, pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan posyandu lansia sistem 5 meja seperti posyandu balita, ada juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai berikut :
– Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi badan
– Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini.
– Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa dilakukan pelayanan pojok gizi.

Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia
Pelayanan Kesehatan di Posyandu lanjut usia meliputi pemeriksaan Kesehatan fisik dan mental emosional yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi.

Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di Posyandu Lansia seperti tercantum dalam situs Pemerintah Kota Jogjakarta adalah:
a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua ) menit.
c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).
d. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.
e. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat
f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes mellitus)
g. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.
h. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7. dan

Penyuluhan Kesehatan.

Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lanjut usia dan kegiatan olah raga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai untuk meningkatkan kebugaran.

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Posyandu Lansia, dibutuhkan, sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku pencatatan kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer, Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia.

Kepuasan Lansia Terhadap Pelayanan Posyandu

Lansia yang kurang puas dengan pelayanan kegiatan posyandu dikarenakan kurangnya sarana dan prasana penunjang dalam kegiatan posyandu, yaitu tempat kegiatan posyandu (gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku pencatatan kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran tinggi badan, steteskop, tensimeter, peralatan laboratorium sederhana, belum adanya termometer dan Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia belum ada.

Petugas kesehatan dalam melaksanakan pelayanan bagi lansia harus memperhatikan enam dimensi hidup sehat lansia. Pertama, dimensi fisik berupa kebutuhan akan gaya hidup sehat yang dapat dicapai dengan kegiatan olah raga, mengatur pola makan sehat, serta pemeriksaan kesehatan yang teratur. Kedua, dimensi sosial berupa kebutuhan untuk memiliki hubungan yang sehat dalam komunikasi kesehatan untuk memiliki beragam kegiatan, rekreasi bersama kegiatan, rekreasi bersama, serta kompetisi. Ketiga, meningkatkan kemampuan mengelola, menyalurkan dan mengendalikan emosi yang diasah melalui konsultasi berbagi dalam kelompok. Keempat, dimensi intelektual untuk mengasah serta meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan keahlian dengan membaca buku. Kelima, vokasional, yaitu kebutuhan aktulasisasi diri yang dapat terwujud melalui kegiatan bersifat hobi untuk menyalurkan bakat serta keahlian khusus seperti melukis, berkebun atau kerajinan tangan. Keenam, dimensi spiritual, yaitu kebutuhan untuk mengisi kebutuhan rohani dalam upaya mendalami makna hidup sesungguhnya.

Stress dan Pengukurannya

Pengertian Stress

Stres adalah suatu kondisi tegangan (tension) baik secara faal maupun psikologis yang di sebabkan oleh tuntutan dari lingkungan yang dipersepsi kan oleh penderitanya sebagai ancaman.

Mengalami Stres adalah kondisi manusiawi. Pada satu sisi , stres membantu kita agar tetap termotivasi (eustres). Tetapi pada sisi lain jika kita terlalu banyak mendapatkan stres akan menurunkan kualitas kinerja kita (distres). Oleh karena itu, kemampuan mengelola strees menjadi penting untuk dilakukan.Lalu bagaimana caranya memanage strees??Anda bisa lakukan hal-hal berikut ini

1. k enali gejala-gejala stres,

2. p ahami faktor-faktor penyebab stres

3. latih lah diri sendiri untuk melakukan mekanisme penanganannya (coping mechanism).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh British Heart Foundation menyebutkan bahwa ada keterkaitan antara stres s dengan penyakit jantung , Kolesterol tinggi, aktivitas fisik yang kurang, merokok, tekanan darah tinggi, obesitas dan diabetes yang kemudian dipahami sebagai risiko terbesar yang timbul akibat stress.

Disadari atau tidak stress berpengaruh kepada diri kita, Kondisi stres dapat diamati dari gejala-gejalanya, baik gejala emosional/kognitif maupun gejala fisik. Jika kita dapat menandai gejala-gejalanya, maka kita akan dapat mengelolanya. Seseorang yang stres tidak berarti harus memiliki/menampakkan seluruh gejala ini, bahkan satu gejala pun sudah bisa kita curigai sebagai pertanda bahwa seseorang mengalami stres. Namun kita juga perlu menyadari bahwa gejala-gejala ini bisa juga merupakan indikator dari masalah lain, misalnya karena memang benar ada gangguan kesehatan secara fisik.


Gejala Emosional/Kognitif

  • Mudah merasa ingin marah (sensitif )
  • Merasa putus asa saat harus menunggu
  • Merasa gelisah
  • Tidak dapat berkonsentrasi
  • Sulit berkonsentrasi
  • M udah bingung
  • Bermasalah dengan ingatan (mudah lupa, susah mengingat)
  • Setiap saat memikirkan hal-hal negatif
  • Berpikir negatif tentang diri sendiri
  • Mood naik turun (mood mudah berubah-ubah, misalnya merasa gembira tapi tak lama kemudian merasa bosan dan ingin marah)
  • Makan terlalu banyak
  • Makan padahal tidak lapar
  • Merasa tidak memiliki cukup energi untuk menyelesaikan sesuatu
  • Merasa tidak mampu mengatasi masalah
  • Sulit membuat keputusan
  • Emosi suka meluap-luap (baik gembira, sedih, marah, dan sebagai- nya)
  • Biasanya merasa marah dan bosan
  • Kurang memiliki selera humor

Gejala Fisik

  • Otot-otot tegang
  • Sakit punggung bagian bawah
  • Sakit di bahu atau leher
  • Sakit dada
  • Sakit perut
  • Kram otot
  • Iritasi atau ruam kulit yang tidak dapat dijelaskan kategorinya
  • Denyut jantung cepat
  • Telapak tangan berkeringat
  • Berkeringat padahal tidak melakukan aktivitas fisik
  • Perut terasa bergejolak
  • Gangguan pencernaan dan cegukan
  • Diare
  • Tidak dapat tidur atau tidur berlebihan
  • Napas pendek
  • Sering Menahan napas

Pengukuran Stress

Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang dialami seseorang. Tingkatan stres ini bisa diukur dengan banyak skala. Antaranya adalah dengan menggunakan Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42) atau lebih diringkaskan sebagai Depression Anxiety Stres Scale 21 (DASS 21) oleh Lovibond & Lovibond (1995). Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item dan Depression Anxiety Stres Scale 21 terdiri dari 21 item. DASS adalah seperangkat skala subjektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan penelitian.

DASS adalah kuesioner 42-item yang mencakup tiga laporan diri skala dirancang untuk mengukur keadaan emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. Masing-masing tiga skala berisi 14 item, dibagi menjadi sub-skala dari 2-5 item dengan penilaian setara
konten. Skala Depresi menilai dysphoria, putus asa, devaluasi hidup,
sikap meremehkan diri, kurangnya minat / keterlibatan, anhedonia, dan inersia. Skala Kecemasan menilai gairah otonom, efek otot rangka, kecemasan situasional, dan subjektif pengalaman mempengaruhi cemas. Skala Stres (item) yang sensitif terhadap tingkat kronis non-spesifik gairah. Ini menilai kesulitan santai, gairah saraf, dan yang mudah marah/gelisah, mudah tersinggung / over-reaktif dan tidak sabar. Responden yang diminta untuk menggunakan 4-point keparahan/skala frekuensi untuk menilai sejauh mana mereka memiliki mengalami setiap negara selama seminggu terakhir.

Skor untuk masing-masing responden selama masing-masing sub-skala, kemudian dievaluasi sesuai dengan keparahan-rating indeks di bawah :

1)      Normal                        : 0-14

2)      Stres Ringan                : 15-18

3)      Stres Sedang               : 19-25

4)      Stres Berat                  : 26-33

5)      Stres Sangat Berat      : ≥ 34

(Lovibond & Lovibond, 2003)

Selain itu, ada juga skala-skala lain yang bisa digunakan seperti Perceived Stres Scale(PSS) atau Profile Mood States(POMS). Alat-alat ini digunakan sebagai instrument untuk mendeteksi stres dan tahap stres dan bukannya sebagai alat untuk mendiagnosa.

Cara Mengatasi / Mengobati Keputihan

Cara Mengobati Keputihan. Melalui artikel ini kami akan memberikan informasi dengan judul Cara Mengobati Keputihan. Saat rangsangan seksual, stress, sebelum setelah menstruasi dan saat masa kehamilan keputihan memang sering timbul dan ini tentunya normal jika cairan yang keluar jernih tidak berbau tapi jika  warna cairan tidak lagi jernih, berbau dan disertai keluhan gatal-gatal maka keputihan ini patologis atau tidak normal.
Banyak tersedia baik obat modern dan obat herbal untuk mengatasi ini. Nah untuk sekarang saya akan mencoba berbagi tips cara menjaga kebersihan organ kewanitaan/organ intim dengan harapan dapat mencegah timbulnya keputihan patologis :
Cara Mengobati Keputihan
1. Saat berada di toilet umum gunakan air yang berasal dari kran, karena air
    yang ditampung di penampungan air di toilet umum dapat mengandung
    bakteri dan jamur.
2. Biasakan membilas vagina setelah buang air kecil atau pipis yaitu dengan
    membasuh vagina dari arah depan kebelakan jangan dari anus ke depan
    kemudian usap dengan tissu  yang bersih dari kuman sebelum mengenakan
    celana dalam. ingat jamur akan mudah tumbuh dalam keadaan lembab.
3. Gantilah celana dalam 2 kali sehari, terutama saat udara panas
4. Hindari mengunakan celana jeans yang terlalu ketat dan gunakan celana dalam
    yang mudah meyerap keringat misal katun.
5. Lakukan pap smear satu tahun sekali jika berhubungan sex dan wanita yang
     pernah melahirkan.
6. gunakan pembalut yang lembut dan kering saat menstruasi dan gantilah
    pembalut sesering mungkin minimal 6 jam sekali terutama saat
    aliran darah banyak.
7. hindari stess, olah raga teratur dan juga pola makan harus seimbang karena
    ternyata asupan makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi keputihan.
8. Jangan melakukan hubungan suami-istri saat sedang menstruasi/haidCara mengobati/mengatasi keputihan dengan ramuan tradisional : Rebus 10 lembar daun sirih dengan air 2,5 liter. Gunakan air rebusan daun sirih untuk mencuci/membasuh daerah kewanitaan

Itulah beberapa tips menjaga kebersihan organ kewanitaan sekaligus juga cara mengobati keputihan. Jika anda masih mengalami keputihan kami memberikan solusi produk herbal yang dapat mengobati keputihan sekaligus mengencangkan otot vagina sehingga terasa seperti remaja kembali.

Pola Asuh Orang tua

Definisi

Berdasarkan tata bahasanya, pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata pola berarti model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur yang tetap), sedangkan kata asuh mengandung arti menjaga, merawat, mendidik anak agar dapat berdiri sendiri.

Menurut Kohn (2008), pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.

Tarsis Tarmudji (2004), menyatakan bahwa, pola asuh merupakan interaksi antara orang tua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan dengan norma-norma yang ada di masyarakat.

Karakteristik Pola Asuh Orang tua 

1)      Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.

2)      Pola asuh demokratis akan menghasikan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan koperatif terhadap orang-orang lain.

3)      Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial (Rina M. Taufik, 2006).

Syarat Pola Asuh Efektif

Pola asuh yang efektif itu bisa dilihat dari hasilnya anak jadi mampu memahami aturan-aturan di masyarakat, syarat paling utama pola asuh yang efektif adalah landasan cinta dan kasih sayang.

Berikut hal-hal yang dilakukan orang tua demi menuju pola asuh efektif :

1)      Pola Asuh harus dinamis

Pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagai contoh,  penerapan pola asuh untuk anak balita tentu berbeda dari pola asuh untuk anak usia sekolah. Pasalnya, kemampuan berfikir balita masih sederhana. Jadi pola asuh harus disertai komunikasi yang tidak bertele-tele dan bahasa yang mudah dimengerti.

2)      Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak
Ini perlu dilakukan karena kebutuhan dan kemampuan anak  yang berbeda. Orang tua memperkirakan saat usia satu tahun, potensi anak sudah mulai dapat terlihat seumpama jika mendengar alunan musik, dia lebih tertarik ketimbang anak seusianya, kalau orang tua sudah memiliki gambaran potensi anak, maka ia perlu diarahkan dan difasilitasi.

3)      Ayah ibu mesti kompak

Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh yang sama. Dalam hal ini, kedua orang tua sebaiknya “berkompromi” dalam menetapkan nilai-nilai yang boleh dan tidak.

4)      Pola asuh mesti disertai perilaku positif dari orang tua
Penerapan pola asuh juga  membutuhkan sikap-sikap positif dari orang tua sehingga bisa dijadikan contoh/panutan bagi anaknya. Tanamkan nilai-nilai kebaikan dengan disertai penjelasan yang mudah dipahami.

5)      Komunikasi efektif

Syarat untuk berkomunkasi efektif sederhana yaitu luangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan anak.  Jadilah pendengar yang baik dan jangan meremehkan pendapat anak. Dalam setiap diskusi, orang tua dapat memberikan saran, masukan atau meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga anak lebih terarah.

6)      Disiplin

Penerapan disiplin juga menjadi bagian pola asuh, mulailah dari hal-hal kecil dan sederhana. Misal, membereskan kamar sebelum berangkat sekolah anak juga perlu diajarkan membuat jadwal  harian sehingga bisa lebih teratur dan efektif mengelola kegiatannya. Namun penerapan disiplin mesti fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan / kondisi anak.

7)      Orang tua konsisten

Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap, misalnya anak tidak boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk, tapi kalau anak dalam keadaan sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia belajar untuk konsisten terhadap sesuatu, sebaliknya orang tua  juga harus konsisten, jangan sampai lain kata dengan perbuatan (Theresia S. Indira, 2008).

Faktor Utama yang Mempengaruhi Pola Asuh

1)      Budaya

Orang tua mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua merasa bahwa orang tua mereka  berhasil mendidik mereka dengan baik, maka mereka menggunakan teknik yang serupa dalam mendidik anak asuh mereka.

2)      Pendidikan Orang Tua

Orang tua yang memiliki  pengetahuan lebih banyak dalam mengasuh anak, maka akan mengerti kebutuhan anak.

3)      Status Sosial Ekonomi

Orang tua dari kelas menengah kebawah cenderung lebih keras/lebih permessif dalam  mengasuh anak (Hurlock, E,B 2004).

Penilaian Pola Asuh Orang tua

Penilaian dilakukan melalui laporan atau jawaban dari responden karena didasarkan pada teori bahwa dalam pengungkapan hubungan antara orang tua dan anak yang nantinya akan duhubungkan dengan perilaku anak, akan lebih tepat jika laporan diambil dari pihak anak, karena perilaku anak akan sangat dipengaruhi oleh cara anak mempersepsi orang tuanya (Johnson dan Medinus, dalam Walgito, 2007).

Skala ini terdiri dari 18  item, masing-masing terdiri dari ciri pengasuhan demokratis (favorable) dan ciri pengasuhan otoriter dan permisif (unfavorable). Semakin tinggi skor yang didapatkan pada masing-masing pola asuh orang tua, menunjukkan semakin banyak ciri-ciri demokratis yang ada pada masing-masing pola asuh yang ditunjukkan orang tua dalam mengasuh anak remajanya. Sebaliknya semakin rendah skor yang didapatkan pada masing-masing pola asuh orang tua, menunjukkan semakin sedikit ciri-ciri demokratis yang ada pada masing-masing pola asuh yang ditunjukkan orang tua dalam mengasuh anaknya. Pada aitem favorable pola asuh demokratis orang tua mendapatkan nilai 1, sementara skor pada aitem unfavorable mendapat nilai 0.

Pola asuh orang tua dapat diklasifikasikan menjadi :

1)      Demokratis/Autoritatif           (jika skor 15-18)

2)      Otoriter                                   (jika skor 11-14)

3)      Permisif                                   (jika skor 0-10)

(Elizabeth, 2011)

Penyebab Diare Pada Anak

Diare adalah sindrome penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja melambat sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar dari biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari.

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml per jam tinja). Diare adalah keadaan frekwensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak. Konsistensi proses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.

Penyakit diare merupakan penyebab no 2 angka kesakitan dan angka kematian pada anak-anak, khususnya dikalangan usia anak dibawah 5 tahun.

Penyebab utama diare adalah minimnya prilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat. Salah satunya karena pemahaman mengenai cara mencuci tangan dengan sabun secara baik dan benar menggunakan air bersih mengalir. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah wujud keberdayaan masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktekan PHBS. Salah satunya adalah mencuci tangan dengan sabun. Hal ini disebabkan perilaku PHBS masih sangat rendah. dimana baru 12% masyarakat yang mencuci tangan pakai sabun setelah buans air besar. hanva 9% ibu-ibu vans mencuci tangan pakai sabun setelah membersihkan tinja bayi dan balitanya. hanya sekitar 7% masyarakat yang mencuci tangan dengan sabun sebelum member makan kepada bayinya. sedangkan masyarakat yang mencuci tangan pakai sabun sebelum makan hanya 14%. Jumlah kasus diare di Jawa Timur tahun 2007 yaitu sebanyak 625.022 penderita dengan IR 1.93%, sedangkan jumlah kasus diare pada balita yaitu sebanyak 269.483 penderita. Jumlah kasus diare pada balita setiap tahunnya rata-rata di atas 40%. hal ini menimjukkan bahwa kasus diare pada balita masih tetap tinggi dibandingkan golongan umm lainnya.

Berbagai faktor mempengaruhi kejadian diare, diantaranya adalah faktor lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat.

1. Faktor Pendidikan
Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga bahwa pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh si anak.

2. Faktor Pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit.

3. Faktor Umur Balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan.

4. Faktor Lingkungan
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu: sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manbusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.

5. Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang baik merupakan komponen utama penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang = <90-70, buruk = <70 dengan BB per TB.

6. Faktor Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.

7. Faktor Makanan/minuman yang dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang tidak dimasak dapat juga terjadi sewaktu mandi dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan ke mulut dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur.

Bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan:

  • Bakteri : Etamuba coli, salmonella, sigella.
  • Virus : Enterovirus, rota virus.
  • Parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris) Jamur (Candida albikan).

8. Faktor terhadap Laktosa (Susu kaleng)
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diarelebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI mangandung antibodi yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella dan V. Cholerae.

Peran ibu Dalam mempersiapkan menarche pada remaja putri

Masa remaja adlh masa yg ditandai dgn prbhn yg b’makna dr segi fisik maupun mental-emosional. Prbhn fisik yg b’makna ditandai dgn tumbuh’y organ2 seks sekunder yg menandai prbhn tubuh’y mnjdi wanita dewasa. Sekitar 75% remaja wanita akan memiliki masalah dgn menstruasi’y. Gangguan menstruasi tsbt adlh hal t’sering yg m’sbbkan seorg remaja putri tdk hadir di sekolah/t’paksa m’cari p’tolongan ke dokter.

Oleh krn itu Kolese Dokter Obstetri dan Ginekologi di Amerika merekomendasikan agar remaja2 putri yg b’usia 13-15 thn dpt m’jdwlkan kunjungan p’tama’y ke seorg dokter spesialis obstetri dan ginekologi/kandungan. Tentu saja hal2 yg akan dilakukan adlh lbh kpd upaya p’jelasan & p’cegahan mengenai hal2 yg t’kait dgn mslh gangguan haid pd remaja.

Gangguan haid pd remaja yg umum’y ditemukan, yaitu : tdk dtg’y haid (amenorea), nyeri haid (dismenorea) & p’darahan haid yg abnormal.

Pemeriksaan ke dokter sgtlah penting, krn gangguan haid dpt b’masalah dgn gangguan kesuburan apabila menikah nanti.

Hal – hal yang dilakukan ibu dalam menghadapi menarche pada remaja putri yaitu :

1)      Ibu harus menerangkan kepada remaja putri bahwa menarche adalah hal yang sangat penting dalam hidup remaja putri, karena pada saat menarche remaja putri akan dimulainya  tanda  bahwa  remaja  putri  sedang  mengalami  pertumbuhan  dan perkembangan tanda seks sekunder yang ditandai denga payudara mulai membesar dan mulai tumbuhnya pubis, ini diakibatkan oleh proses hormonal yang kompleks.

2)      Ibu  juga  harus  bisa  menjelaskan kepada  remaja  putri tentang  perubahan aspek psikososial dari kematangan seksual pada remaja putri, agar remaja putri mampu melakukan penyesuain untuk dapat menerima perubahan-perubahan yang terjadi pad dan mengurangi rasa cemas atas perubahan yang dialami remaja putri.

3)      Ibu juga harus mampu memimbing remaja putri agar remaja putri dapat menerima  ukuran kebebasan atau kemandirian yang diberikan ibu kepada remaja putri agar  tidak terjadi kesenjangan dan konflik karena pada saat ini remaja putri mengalami  ikatan  emosional  yang  berkurang,  misalnya  dalam  hal  memilih  teman  ataupun  melakukan  aktifitas,  dan  sifat  remaja  putri  yang  ingin  memperoleh  kebebasan  emosional, sementara ibu masih ingin mengawasi dan melindungi remaja putri.

4)      Ibu harus memiliki pola asuh yang benar yang diterapkan oleh remaja putri, pola asuh  yang dibedakan menjadi 3 bagian yaitu :

a)      Pola Asuh Otoriter

Yaitu menerapkan disiplin yang kaku dan menuntut remaja putri untuk mematuhi  aturan – aturan yang membuat remaja frustasi.

b)      Pola Asuh Permisif

Yaitu memberikan kepada remaja putri namun kurang disertai adanya batasan  dalam  berperilaku,  akan  membuat  remaja  mengalami kesulitan  dalam mengendalikan  keinginan –  keinginanya  maupun  dalam  perilaku  untuk  menunda pemuasan.

c)      Pola Asuh Demokratif

Yaitu mengutamakan adanya dialog antara remaja putri dan ibu akan lebih menguntungkan bagi remaja putri, karena selain memberi kebebasan kepada remaja putri sehingga apabila terjadi konflik atau perbedaan pendapat diantara mereka dapat dibicarakan dan diselesaikan bersama – sama.

5)      Dalam rangka memfasilitas perkembangan remaja putri ibu diharapkan menjelaskan  tentang ciri – ciri perkembangan remaja putri yaitu :

a)      Perkembangan remaja putri  yang normal dan menyimpang.

b)      Memfasilitasi remaja putri untuk berinteraksi dengan teman sebaya

c)      Menganjurkan remaja putri untuk bergaul dengan orang lain yang membuat remaja  putri nyaman mencurahkan perasaan, perhatian, dan kekhawatirannya.

d)     Menganjurkan remaja putri untuk mengikuti organisasi yang mampunyai kegiatan  positif.

e)      Berperan sebagi teman berbagai cerita.

f)       Berperan sebagai contoh peran (role model) bagi remaja putri dalam melakukan  interaksi  sosial yang baik, melakukan aktivitas bersama kelompoknya.

g)      Membimbing remaja dalam menentukan rencana masa depan.

6)      Ibu menerapkan kepada remaja putri cara – cara memelihara kesehatan reproduksi  yang benar yaitu :

a)      Penggunaan pakaian dalam

Pakaian  dalam  yang  digunakan  sebaiknya  yang  terbuat  dari  bahan  yang menyerap keringat, misalnya katun atau kaus. Kain yang tidak menyerap keringat akan menimbulkan rasa panas dan lembab. Kondisi ini akan menimbulkan ketidak nyamanan bagi pemakai, serta sangat  kondusif bagi pertumbuhan jamur. Pakaian dalam yang dikenakan juga harus dalam keadaan bersih dan ukuran yang tepat. Pakaian terlalu sempit  atau  penggunaan  karet  yang  berlebihan  akan  menganggu  kerja  kulit  dan menimbulkan rasa gatal.

b)      Penggunaan Handuk

Menurut kebiasaan yang ada dimasyarakat masih banyak yang menggunakan handuk sebagai perlengkapan mandi yang dipakai secara berulang, bahkan ada yang menggunakan satu handuk secara bersamaan dalam satu keluarga. Penggunaan handuk secara berulang diperbolehkan, tetapi yang perlu diperhatikan adalah handuk  harus selalu  dijemur  setiap  selesai dipakai.

Handuk  dijemur  agar  terkena sinar  matahari, sehingga  jasad  renik  yang  ada  pada  handuk  mati dan  tidak  menimbulkan  infeksi. Sebaiknya handuk tidak digunakan   lebih dari satu minggu atau bila sudah tidak nyaman dipergunakan.  Namun,  walaupun  dalam  satu  keluarga,  penggunaan  handuk  secara  bersamaan hendaknya dihindari. Handuk yang digunakan secara bersamaan bias menjadi media penularan penyakit kulit dan kelamin, misalnya skabies  dan pediculus pubis. Skabies disebabkan oleh tungau sarcoptes scabies varhominis. Gejala skabies yang utama adalah pruritus pada malam hari, karena aktivitas tungau meningkat pada suhu kulit yang lembab dan hangat. Pedikulus pubis disebabkan oleh kutu Pthirus pubis.  Bila kutu ini menggigit, maka tidak terlihat jelas bekas gigitannya. Namun setelah 30  hari akan timbul pthirus pubis.  Bila kutu  ini menggigit,  maka terlihat  jelas  bekas gigitannya. Namun setelah 30 hari akan timbul pruritis, ertema, dan infeksi sekunder.

c)      Memotong Bulu Pubis

Dengan mencukur bulu – bulu pubis, kebersihan bulu – bulu pubis akan selalu terjaga, sehingga tidak menjadi media kehidupan kutu dan jasad renik, serta aroma yang tidak sedap. Bulu pubis yang terlalu panjang dan lebat akan selalu terpapar urine saat buang air kecil.

d)     Kebersihan Alat Kelamin Luar

Bagi remaja putri, membiasakan diri untuk membersihkan vulva setiap setelah  buang air kecil atau buang air besar dan mengeringkan sampai benar – benar kering sebelum mengenekan pakaian dalam adalah perilaku yang benar. Tehnik membersihkan vulva adalah dari arah depan kebelakang. Jika perlu, gunakan air bersih yang hangat.

Bersihkan vulva dengan tidak menggunakan cairan antiseptic secara berlebihan, karena akan merusak flora normal, yaitu bakteri Doderlein. Kuman ini memecah glikogen pada lendir vagina menjadi asam (pH ± 4,5) yang bersifat bakterisida (membunuh kuman). Penggunaan antiseptik yang berlebihan akan membunuh flora normal ini dan member kesempatan bagi perkembang biakannya kuman patogen, sehingga tubuh akan rentan terhadap infeksi.

e)      Penggunaan Pembalut Wanita

Pada  saat  haid,  remaja  putri  harus  memakai  pembalut  yang  bersih.  Pilih  pembalut  yang  tidak  berwarna  dan  tidak  mengandung  parfum (pewangi).  Hal  ini  dilakukan untuk mengurangi paparan zat kimia pada vulva. Setelah buang air kecil atau buang  air  besar,  ganti dengan pembalut  yang  bersih atau  yang baru.  Jenis ukuran pembalut disesuaikan dengan kebutuhannya, misalnya pada saat menjelang haid dan mulai terasa adanya keputihan yang sifatnya fisiologis, bisa menggunakan pembalut yang berukuran kecil (pantyliner)

Perdarahan postpartum

Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).

Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
– Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
– Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).

Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
2. Retensi Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
– Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
– Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
5. Penyakit darah

Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia.
Tanda yang sering dijumpai :
– Perdarahan yang banyak.
– Solusio plasenta.
– Kematian janin yang lama dalam kandungan.
– Pre eklampsia dan eklampsia.
– Infeksi, hepatitis dan syok septik.
6. Hematoma
7. Inversi Uterus
8. Subinvolusi UterusHal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;
· Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4. Bekas operasi Caesar.
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
· Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.
5. Inversi uteri primer dan sekunder.

Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.

Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucatPatofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah
tersebut menjadi kuat.
Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).

  1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
  2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus. Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
  3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.

Beberapa Faktor yang Memengaruhi Perdarahan Postpartum Primer

1)      Umur

Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar (Faisal, 2008).

Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2005)

Menurut BKKBN (2007) bahwa jika ingin memiliki kesehatan reproduksi yang prima seyogyanya harus menghindari “4 terlalu” dimana dua diantaranya adalah menyangkut dengan usia ibu. T yang pertama yaitu terlalu muda artinya hamil pada usia kurang dari 20 tahun. Adapun risiko yang mungkin terjadi jika hamil di bawah 20 tahun antara lain keguguran, preeklampsia (tekanan darah tiggi, oedema, proteinuria), eklampsia (keracunan kehamilan), timbulnya kesulitan persalinan karena sistem reproduksi belum sempurna, bayi lahir sebelum waktunya, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), fistula vesikovaginal (merembesnya air seni ke vagina), fistula retrovaginal (keluarnya gas dan tinja dari vagina) dan kanker leher rahim. T yang kedua adalah terlalu tua artinya hamil di atas usia 35 tahun. Risiko yang mungkin terjadi jika hamil pada usia terlalu tua ini antara lain adalah terjadinya keguguran, preeklampsia, eklampsia, timbulnya kesulitan pada persalinan, perdarahan, BBLR dan cacat bawaan (Suryani, 2008).

Menurut penelitian Pardosi (2005), bahwa pada tingkat kepercayaan 95% ibu yang berumur di bawah 20 tahun atau di atas 30 tahun memiliki risiko mengalami perdarahan postpartum 3,3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang berumur 20 sampai 29 tahun. Selain itu penelitian Najah (2004) menyatakan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% umur ibu di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum.

2)      Pendidikan

Menurut Depkes RI (2002), pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dimana seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah.

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2003).

Wanita dengan pendidikan lebih tinggi cenderung untuk menikah pada usia yang lebih tua, menunda kehamilan, mau mengikuti Keluarga Berencana (KB), dan mencari pelayanan antenatal dan persalinan. Selain itu, mereka juga tidak akan mencari pertolongan dukun bila hamil atau bersalin dan juga dapat memilih makanan yang bergizi.

Menurut Thadeus dan Maine (1990) yang dikutip dari Suryani (2008), dari beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai negara menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara penggunaan pelayanan obstetri dan tingkat pendidikan ibu.

3)      Paritas

Paritas merupakan faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer. Pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko komplikasi kehamilan (Wiknjosastro, 2005).

Pada paritas yang rendah (paritas 1), menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Pada paritas tinggi (lebih dari 3), fungsi reproduksi mengalami penurunan, otot uterus terlalu regang dan kurang dapat berkontraksi dengan baik sehingga kemungkinan terjadi perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar (Manuaba, 2004).

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik yang lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan (Wiknjosastro, 2005).

Menurut penelitian Herianto (2003) bahwa paritas lebih dari 3 bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer (OR=2,87; 95% CI 1,23;6,73). Penelitian Miswarti (2007) menyatakan proporsi ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer dengan paritas 1 sebesar 12%, paritas 2-3 sebesar 40% dan paritas lebih dari 3 sebesar 48%, serta terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan perdarahan postpartum primer. Demikian juga dengan penelitian Milaraswati (2008) menyatakan bahwa proporsi ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer dengan paritas >4 yaitu 69% dan didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan perdarahan postpartum primer.

Kematian maternal lebih banyak terjadi dalam 24 jam pertama postpartum yang sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Sebab yang paling umum dari perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pascapersalinan atau yang biasa disebut perdarahan postpartum primer adalah kegagalan rahim untuk berkontraksi sebagaimana mestinya setelah melahirkan, plasenta yang tertinggal dan uterus yang turun atau inversi. Dari beberapa sebab perdarahan tersebut, salah satu faktor pemicunya adalah paritas (Milaraswati, 2008).

4)      Jarak Antar Kelahiran

Jarak antar kelahiran adalah waktu sejak kelahiran sebelumnya sampai terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak antar kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan. Menurut Moir dan Meyerscough (1972) yang dikutip Suryani (2008) menyebutkan jarak antar kelahiran sebagai faktor predisposisi perdarahan postpartum karena persalinan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang singkat akan mengakibatkan kontraksi uterus menjadi kurang baik. Selama kehamilan berikutnya dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi sebelumnya. Bila jarak antar kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan terjadinya perdarahan pasca persalinan.

Menurut penelitian Yuniarti (2004) proporsi kasus dengan jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun sebesar 41% dengan OR jarak antar kelahiran 2,82. Hal ini berarti ibu yang memiliki jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun berisiko 2,82 kali mengalami perdarahan pasca persalinan.

5)      Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya

Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan antepartum dan postpartum.

Menurut Sulistiowati (2001) yang dikutip Suryani (2008), bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat persalinan buruk sebelumnya dengan perdarahan pasca persalinan dan menemukan OR 2,4 kali pada ibu yang memiliki riwayat persalinan buruk dibanding dengan ibu yang tidak memiliki riwayat persalinan buruk.

6)      Anemia

Menurut World Health Organization (WHO) anemia pada ibu hamil adalah kondisi dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 11,0 gr%.

Volume darah ibu hamil bertambah lebih kurang sampai 50% yang menyebabkan konsentrasi sel darah merah mengalami penurunan. Bertambahnya sel darah merah masih kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma darah sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Keadaan ini tidak normal bila konsentrasi turun terlalu rendah yang menyebabkan hemoglobin sampai <11 gr%. Meningkatnya volume darah berarti meningkatkan pula jumlah zat besi yang dibutuhkan untuk memproduksi sel-sel darah merah sehingga tubuh dapat menormalkan konsentrasi hemoglobin sebagai protein pengankut oksigen (Winkjosastro, 2004).

Anemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu dan meninggikan frekuensi komplikasi kehamilan serta persalinan. Anemia juga menyebabkan peningkatan risiko perdarahan pasca persalinan. Rasa cepat lelah pada penderita anemia disebabkan metabolisme energi oleh otot tidak berjalan secara sempurna karena kekurangan oksigen. Selama hamil diperlukan lebih banyak zat besi untuk menghasilkan sel darah merah karena ibu harus memenuhi kebutuhan janin dan dirinya sendiri dan saat bersalin ibu membutuhkan hemoglobin untuk memberikan energi agar otot-otot uterus dapat berkontraksi dengan baik.

Pemeriksaan dan pengawasan hemoglobin dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli. Hasil pemeriksaan dengan alat sahli dapat digolongkan sebagai berikut (Manuaba, 2004) :

a)      Hb > 11,0 gr% disebut tidak anemia

b)      Hb 9,0 gr% – 10,9 gr% disebut anemia ringan

c)      Hb 7,0 gr% – 8,9 gr% disebut anemia sedang

d)     Hb < 6,9 gr% disebut anemia berat

Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada trimester I dan trimester III.

Menurut penelitian Herianto (2003) bahwa anemia bermakna sebagai faktor risiko yang mempengaruhi perdarahan postpartum primer. Ibu yang mengalami anemia berisiko 2,8 kali mengalami perdarahan postpartum primer dibanding ibu yang tidak mengalami anemia (OR= 2,76; 95% CI 1,25;6,12).

Terapi
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :
· Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
· Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.

· Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
· Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk setelah 12 jam.
· Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.
· Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus secara efektif
· Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
· Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
· Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila terdapat tanda kegawatan pernafasan.

Terapi Perdarahan Postpartum karena Atonia
Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan sebagai berikut:
· Pasang infus.
· Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau ergometrin 0,5 cc hingga 1 cc.
· Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.
· Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;
· Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit).
· Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah;
· Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau kompresi aorta.
Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:
· Pemberian uterotonika intravena.
· Kosongkan kandung kemih.
· Menekan uterus-perasat Crede.
· Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta.
Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan penolong memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan operasi histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena serta infus cairan sebagai pertolongan pertama.
Perdarahan postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir
Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras, bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya, jahitlah luka tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.
Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon pada liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang infus dan pemberian uterotonika intravena.

Peran Keluarga Dalam Pemberian ASI

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli-ahli ilmu pengetahuan.

Keluarga lebih banyak memberikan makanan tambahan pada bayi sebelum waktunya daripada memberikan ASI kepada bayinya dikarenakan oleh tradisi/budaya yang sudah turun temurun dilakukan dalam keluarga, perasaan khawatir anak lapar, keyakinan, ingin anak gemuk dan cepat besar dan anjuran dari orang tua atau dari pihak medis karena berhubungan dengan keterbatasan fisik. Peranannya sebagai seorang ibu rumah tangga dan sebagai anak yang berbakti kepada ibu maupun mertua membuat ibu memberi makanan tambahan pada bayi.

Terdapat berbagai jenis makanan tambahan yang diberikan kepada bayi, yakni : susu botol, bubur bayi, nasi tim, dan nasi pisang, Dalam sehari bayi diberi makan tambahan bervariasi, ada yang memberikan 1 kali di pagi hari, 2 kali : pagi dan siang, dan juga 3 kali sehari : pagi, siang dan malam. Cara memberikan makanan tambahan pada bayi mengikuti aturan yang ada pada kemasan bagi yang memberikan makanan tambahan menggunakan produk dari pabrik, sedangkan untuk pembuatan nasi pisang menggunakan cara yang sama yakni nasi diulek bersama dengan pisang. Keluarga tidak mengetahui dampak/akibat yang terjadi pada bayi jika diberikan makanan tambahan sebelum waktunya.

Suami, Pendukung Utama Pemberian ASI

Dalam menyusui bayi, Bunda sebenarnya bukan hanya berjuang sendiri. Dibutuhkan peran serta dari seluruh anggota keluarga yang lain. Yang paling utama, suami tentunya.

“Sponsor Utama” : Suami ! Tahukah Bunda, ketika suami punya pengetahuan mengenai manfaat ASI untuk bayi, biasanya dia akan lebih mendukung ibu untuk menyusui? Jadi tak perlu heran apabila Anda merasa suami tidak mendukung Anda karena masih banyak pria yang keliru mengira menyusui hanya melibatkan ibu dan bayi saja. Bunda, beritahukan para ayah kalau kehadiran dan keterlibatannya sangat menentukan sukses atau tidaknya ibu menyusui eksklusif. Apa saja peran ayah dalam kehidupan bayi saat ibu menyusui :

Menciptakan suasana positif. Hal pertama yang bisa dilakukan ayah untuk menyukseskan menyusui adalah dengan menciptakan atmostir menyusui yang positif. Jadi tidak hanya setuju dengan istri menyusui bayi, tapi dia juga akan menciptakan suasana yang mendukung istri untuk menyusui. Pandangan ini akan mempengaruhi pasangan dalam membuat prioritas untuk istri dan bayi. Misalnya saat ketika akan bepergian akan mencari tempat yang menyediakan ruang laktasi sehingga  bayi akan tetap bisa menyusu pada sang ibu.

Selain itu, kendala yang biasa dialami ibu saat menyusui adalah hilang kepercayaan diri kalau dia bisa menyusui. Bila sang ayah sampai mengatakan “Sepertinya bayi masih lapar, mungkin perlu tambahan susu formula” bisa runtuh kepercayaan diri untuk menyusui. Suami adalah orang yang dipercaya istri, jadi suami harus ingat untuk bersikap positif selama istri menyusui.

Memberikan dukungan dan semangat. Menyusui tidak hanya melelahkan secara fisik, tapi secara emosional juga menuntut. Apalagi pada masa awal menyusui ibu menghadapi banyak kendala, ASI tidak keluar bahkan bisa sampai mengalami baby blues. Istri membutuhkan dukungan dan semangat dari pasangan. Hujani istri dengan pujian, penghargaan atas usahanya, dan kata-kata yang bisa membangkitkan semangat istri untuk tidak menyerah dan berhenti menyusui.

Ayah juga harus ingat, tidak mudah memberi semangat bila sang istri tampaknya tidak menghargai dukungan pasangannya. Ada kalanya dalam keadaan stress, istri justru marah-marah saat dipuji. Suami pun bingung, sebenarnya istri masih ingin mendengar dukungan Anda atau tidak. Ketika menghadapi situasi dimana suami tidak tahu bagaimana cara mendukung pasangan katakan “Saya tidak tahu perkataan apa yang terbaik, tapi saya selalu mendukung apapun keputusanmu.”

Tidak hanya diawal saja, tapi terus selama istri menyusui Anda juga terus memberikan dukunga. Misalnya, memberikan istri hadiah kejutan atau buket bunga yang membuatnya merasa dicintai. Ingatkan kembali istri, kalau dia masih menarik. Kejutan kecil tersebut menghapus semua stress.